Terkungkung Dalam Utang yang Menggunung

 



Oleh. Irohima


Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang melimpah, namun mirisnya, kekayaan yang begitu rupa tak membuat Indonesia menjadi negara mandiri dan kaya raya. Namun sebaliknya, Indonesia menjadi negara yang terkungkung dalam utang negara yang menggunung dan anehnya, jumlah hutang yang sudah mencapai Rp 8.253 triliun masih tetap dikategorikan dalam rasio aman karena berada di bawah ambang batas 60 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Sungguh dalih yang membingungkan karena umumnya hutang adalah beban yang mesti hanya sedikit sering membuat orang merasa tak nyaman, tak tenang dan juga kebingungan.


Kementerian Keuangan telah merilis angka hutang pemerintah yang terbaru per 31 Januari 2024 yang telah menyentuh Rp 8,253 triliun. Angka ini naik 1.33% dari yang semula senilai Rp 8.144,69 triliun per Desember 2023. Dan menurut Bhima Yudhistira, seorang ekonom Centre of Economic and Law studies ( Celios ) yang mengatakan jika postur belanja pemerintah semakin ekspansif dalam beberapa tahun ke depan maka hutang negara yang bila akan dibebankan kepada rakyat, bukan lagi menanggung sebanyak 30,5 juta/orang tetapi kemungkinan meningkat menjadi 40 juta/orang (Tempo, 29/02/2024). 


Di tengah membengkaknya utang, pemerintah justru berencana menaikkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2025 pada rentang 2,45-2,8% dari PDB. Sementara di sisi lain pendapatan dari pajak dan PNPB (Pendapatan Negara Bukan Pajak) pada tahun ini diperkirakan tumbuh lebih rendah dibanding kenaikan utang. Indonesia sebagaimana negara berkembang lainnya kerap menjadikan hutang sebagai upaya pembiayaan pembangunan serta menjadikan perekonomian negara begitu tergantung oleh utang. 


Dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini utang dijadikan sebagai salah satu keniscayaan. Negara- negara kecil dan berkembang dikondisikan untuk selalu memiliki utang, padahal utang membahayakan kedaulatan negara karena dapat mengantarkan pada dominasi asing atas sebuah negara atau dengan kata lain yaitu penjajahan.  


Apalagi konsep utangnya juga riba yang Allah haramkan. Dalam sistem kapitalis, utang menjadi salah satu cara yang wajar dalam membangun sebuah negara, tanpa utang pembangunan tidak berjalan. Pengaruh sistem kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan sumber kekayaan dan sumber daya alam pada asing dan swasta (pemodal besar ) membuat negara tak bisa mengambil hasilnya secara maksimal untuk kemaslahatan rakyat, walhasil negara tak memiliki kekuatan finansial untuk membiayai pembangunan dan mencukupi kebutuhan rakyat.


Diperlukan perubahan mendasar untuk bisa keluar dari jerat utang dan sistem yang kuat yang mampu menyelesaikan persoalan utang negara, sungguh memilukan jika setiap orang menanggung hutang negara. Dan satu-satunya sistem yang bisa memberikan solusi yang tepat adalah sistem Islam. 


Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang khas. Islam tidak memperbolehkan pengelolaan sumber daya alam dan kekayaan negara diambil alih oleh asing atau swasta, di sini, negara yang memiliki kewenangan untuk mengolah semuanya hingga hasil dari pengolahan bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan negara, begitu juga dengan sistem kepemilikan, Islam melarang kepemilikan atas harta umat dan  negara. 


Di sisi lain sumber pendapatan negara dalam Islam yang berasal dari fa’i, kharaz, ghanimah, jizyah, ‘ushur dan khumus akan menambah anggaran pendapatan negara untuk membiayai pembangunan  dan juga mencukupi kebutuhan rakyat, dengan sistem ekonomi Islam, kemandirian finansial bukan hal yang sulit untuk diwujudkan.


Dengan kemandirian dan kedaulatan finansial, tentu kita tak akan memerlukan utang dan tentu dapat mencegah adanya dominasi asing dan swasta atas negara, kita juga tak akan terjebak dalam praktik riba yang sangat dibenci Allah Swt. 


Wallahu a'lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak