Bulan Ramadhan jadi Makin Boros, nah loh?




Oleh: Essy Rosaline Suhendi


Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengatakan, "Akan terulang kembali situasi musiman, pada harga komoditas pangan yang mengalami inflasi menjelang bulan Ramadhan. Beberapa komoditas pangan yang berpotensi naik di antaranya, minyak goreng, gula pasir, daging, dan ayam", tuturnya dalam konferensi pers indeks harga konsumen di kantornya. (cnbcindonesia.com, Jum'at, 1/3/24)

Bulan ramadhan adalah bulan yang pasti dinantikan khususnya oleh umat Islam, karena begitu banyak amal baik yang bisa dilakukan dan Allah Swt balas dengan berkali-kali lipat pahala, masyaallah.

Selain saling bermaaf-maafan menyambut bulan suci, sebagian orang juga ada yang memanfaatkan momen menjelang ramadhan untuk memperpanjangnya silahturahmi dengan cara botram atau makan-makan, sebetulnya hal tersebut tidak lah salah jika memang dapat mempererat ukhuwah antar sesama, namun yang sangat disayangkan adalah ketika berlebih-lebihan atau terlalu konsumtif menyediakan aneka suguhan, padahal sejatinya yang justru harus dipersiapkan bukan lah sekadar meningkatkan silahturahmi, tapi juga tingkat keimanan, sudahkan siap menahan hawa nafsu nanti ketika sudah menapaki bulan ramadhan?

Maka tak heran, situasi musiman yaitu semua bahan pangan naik selalu berlangsung saat bulan ramadhan, karena kebutuhan konsumsi masyarakat yang malah menjadi boros mengakibatkan permintaan pasar semakin meningkat menjelang ramadhan. Semua hal tersebut terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme yang mempengaruhi masyarakat dengan tradisi konsumtif di bulan ramadhan, hingga berdampak pada naiknya permintaan masyarakat dan berimbas pada harga pangan yang serba naik.

Ditambah lagi, beberapa pihak tertentu, ada yang sengaja menimbun barang, sehingga harga barang akan semakin tinggi. Imbasnya, masyarakat menjadi sibuk mencari pundi-pundi rupiah demi terpenuhi kebutuhan hidup yang bertambah mahal, saking sibuknya malah membuat lalai beribadah. Selain itu, Sistem sekularisme juga menjadikan penyebab, masyarakat salah memahami konsep ibadah yang benar di bulan mulia.

Di satu sisi, negara seakan tak menghiraukan tradisi masyarakat yang demikian, padahal mengingatkan masyarakat akan keimanan adalah bagian dari tugas negara, dan mengurus masyarakat supaya kebutuhannya tercukupi setiap saat juga bagian dari tanggung jawab negara. Sayangnya, semua itu tidak dapat terealisasi, karena sistem sekularisme, menjadikan negara hanya sebatas penyedia kebutuhan rakyat bukan sebagai pemenuh, sehingga masyarakat dipaksa mandiri untuk dapat memenuhi semua kebutuhannya.

Dalam Islam, bulan ramadhan adalah bulan mulia yang sangat ditunggu-tunggu, karena ampunan Allah Swt dibuka selebar-lebarnya dan pahala Allah Swt berikan sebanyak-banyaknya, Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR.Bukhari&Muslim)

Bahkan, bulan sebelum memasuki bulan ramadhan, adalah bulan yang juga harus disambut oleh umat Islam, karena sebagian ulama ahli hikmah mengatakan: “Bulan Rajab adalah bulan untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun) dari dosa-dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati dari cela/keburukan, bulan Ramadhan untuk menerangi hati dan Lailatul Qadar sebagai media mendekat kepada Allah” (Syekh Utsman Bin Hasan, Duratun Nashihin, Semarang: Toha Putra, hal. 207).

Islam juga memiliki hubungan yang khas antara penguasa dengan rakyat, penguasa dalam Islam adalah pemimpin yang kelak akan Allah pinta pertanggung jawaban nya atas setiap kebutuhan rakyat. Maka rakyat tidak akan dipaksa untuk mandiri, ketika ada individu rakyat yang yatim, lansia atau janda yang sebatang kara tidak ada wali, maka negara senantiasa memberikan infaq dari Baitul mal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, begitupun dengan laki-laki yang memiliki tugas mencari nafkah, negara tidak akan membiarkannya menjadi pengangguran, jika tidak ada modal, negara akan memberikannya dan jika tidak memiliki keahlian maka negara akan membimbingnya sampai mampu mencari nafkah.

Oleh karena itu, seorang pemimpin dalam pemerintahan Islam yakni khalifah, adalah pemimpin yang akan totalitas dalam memenuhi setiap kebutuhan rakyat, melarang penimbunan barang bagi para pedagang supaya mendapat keuntungan lebih besar, termasuk juga akan senantiasa menjaga suasana keimanan masyarakat sehingga masyarakat islami tidak akan terasa hanya ketika ramadhan, tapi juga di bulan selain itu. Hanya dalam sistem pemerintahan Islam yakni khilafah, seorang pemimpin akan bertanggung penuh untuk mengurusi rakyatnya, tidakkah kita menginginkan pemimpin yang demikian?

Wallahu'alam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak