PHK Massal, Mengancam Kesejahteraan Keluarga



Oleh: Safwatera Weny



Badai PHK terus terjadi, bahkan baru-baru ini sejumlah perusahaan pabrik tekstil melakukan PHK terhadap karyawan menjelang lebaran, dengan dugaan untuk menghindari pembayaran THR Idul fitri 2024. Seperti PT Sai Apparel di Semarang memutus hubungan kerja sebanyak 8000 pekerja industri tekstil, PT Sinar Panca Jaya melakukan PHK 400 pekerja, PT Pulau Mas Texindo PHK untuk 100 pekerja di Jawa Barat. 

Tuntutan dari buruh tekstil berdasarkan pada PP 35/2021 meminta uang penghargaan masa kerja berdasarkan pasal 40 ayat 3. Sedangkan dari manajemen perusahaan tidak menyanggupi karena kondisi cash flow negatif yakni keuangan yang merugi.  Kondisi ini menurut KSPN (Konfederasi Serikat Pejerja Nusantara) Ristadi mengungkapkan bukan sekali terjadi. Modus PHK jelang pembayaran THR menjadi fenomena yang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir. (Bisnis.com, 27/3/2024)

Keluarga sejahtera adalah keluarga yang terpenuhi  kebutuhan hidupnya baik pangan, sandang, papan dan kebutuhan penunjang lainnya. Namun adanya PHK massal yang dilakukan setiap perusahaan besar pada setiap karyawan, membuat setiap individu ataupun masyarakat makin terancam kehidupannya baik itu untuk sekedar bertahan hidup. Lantas bagaimana hal ini bisa terjadi di negeri Indonesia yang kaya akan sumber daya alam? Bukan hanya keluarga tetapi masyarakat banyak yang terancam akan kesejahteraannya. PHK massal selalu menjadi solusi perusahaan ketika kondisi ekonomi dan persaingan bisnis tidak stabil. Karyawan di PHK  sesuai kepentingan industri, tentu ini sebuah kezaliman yang lahir dari sistem kapitalisme. 

Dalam kapitalisme modal untuk produksi yang kecil dengan mendapatkan keuntungan yang besar, alhasil PHK akan selalu jadi solusi yang diambil pengusaha untuk keselematan perusahaan. Adanya UU omnibus law lebih memudahkn perusahaan untuk mendapat keuntungan perusahaan sedangkan karyawan mendapatkan kerugian. PHK massal pasti meningkatkan kemiskinan terutama dalam keluarga tentu akan kekurangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditambah semua barang serba mahal. Terlebih negara dalam kapitalisme tidak memberikan jaminan kebutuhan hidup bagi keluarga dan masyarakat, kapitalisme gagal melindungi dan menjamin hak-hak pekerja, karena bertumpu pada modal dan meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, sekalipun itu harus mengabaikan hak orang lain. 

Sementara dalam Islam yang disebut khilafah memiliki berbagai mekanisme yang dapat menjamin keluarga sejahtera karena negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi lelaki terutama suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga yang, mekanisme ini sudah terbukti berhasil ketika diterapkan selama kurang lebih 1300 tahun. Dalam Islam perjanjian antara pengusaha dan pekerja sepenuhnya tergantung pada akad ijarah (kontrak kerja) yang harus memenuhi ridho dan ikhtiar, sehingga perjanjian antara kedua belah pihak harus saling menguntungkan tidak ada yang terzalimi. 

Pengusaha mendapat keuntungan dari jasa pekerja yang dibutuhkan, begitu juga pekerja mereka akan mendapat imbalan yang diberikan pengusaha ketika melakukan pekerjaan tertentu. Perkiraan jasa seorang pekerja untuk duberi upah atau gaji harus dikembalikan kepada ahli yang memiliki keahlian menentukan upah, bukan negara. Kezaliman pengusaha kepada pekerja adalah tidak membayar upah dengan baik, memaksa pekerja bekerja diluar kontrak kerja yang disepakati, melakukan pemutusan kerja secara semena-mena, termasuk tidak memberikan hak pekerja untuk menjalankan kewajiban ibadah, hak untuk istirahat jika sakit dan lain sebagainya. Sementara kezaliman pekerja kepada pengusaha adalah jika pekerja tidak menunaikan kewajibannya
kepada pengusaha, dengan kontrak akad ijarah kezaliman bisa diminimalisir. Alhasil jika khilafah ada ditengah-tengah umat, tidak perlu lagi ada persoalan PHK massal. 

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak