Buka-Tutup Kerudung, Kok Bisa?



Oleh: Nining Sarimanah



Warganet dihebohkan dengan keputusan putri mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan Atalia Praratya, Camillia Laetitia Azzahra yang akrab disapa Zara untuk melepaskan kerudungnya. “Hai semuanya, selama banyak pertimbangan dan diskusi yang sangat amat panjang dengan keluarga aku, aku memutuskan untuk melepas kerudungku,” dan "Jikapun aku berkerudung lagi, itu harus datang dari pencarian keyakinan oleh diriku sendiri, bukan oleh permintaan lingkungan atau orang lain, ijinkan aku memulai perjalanan pencarian ini dengan caraku sendiri,” tulis Zara lewat akun media sosial Instagram, Jumat (5/4/2024). (cnbcindonesia.com, 6/4/2024)

Keputusan Zara untuk menanggalkan kerudungnya telah bulat dengan alasan ingin menemukan jati diri dalam hidup dengan caranya sendiri tanpa dipengaruhi faktor eksternal seperti keluarga dan lingkungan. Sungguh miris, apa yang dilakukan Zara. Pasalnya, di sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadan seharusnya berlomba-lomba untuk taat kepada Allah dengan berbagai ibadah dan amal salih, sehingga terwujud pada diri seorang muslim menjadi insan bertakwa. Namun, sayangnya ia memutuskan untuk melepaskan kerudungnya yang merupakan salah satu bagian syariat Islam, astaghfirullah.

Berbagai narasi menyesatkan, turut menjadi dalih agar bisa dipahami oleh publik. Bisa dibayangkan ketika keputusannya itu dipublish di media sosial, bukan tidak mungkin akan ditiru oleh yang lain. Buka-tutup hijab sebenarnya bukan pertama kali terjadi pada figur publik, sederet artis pun melakukan hal yang sama seperti Nathalie Holscher, Nikita Mirzani, Trie Utami, Rossa, dan lainnya. Fenomena ini, tentu menjadi pertanyaan besar, apa penyebab maraknya perempuan muslim melepas kerudungnya dan bagaimana pandangan Islam terhadap persoalan tersebut?

Menelisik Akar Masalah

Tak dimungkiri, media sosial memengaruhi cara pandang seseorang terhadap suatu hal yang sedang tren/viral, joget di TikTok misalnya. Fenomena FOMO atau takut ketinggalan tren menjadikan orang-orang, khususnya remaja merasa gelisah dan cemas jika tidak mengikutinya. Mereka pun berani melepaskan kerudungnya, kalau kerudungnya itu menghambat kebebasan ekspresinya. Perasaan tersebut, tentu sangat berbahaya bahkan mendapat pandangan serius dari segi medis.

Di sisi lain, telah terjadi pergeseran makna kerudung dari fungsinya sebagai penutup aurat ke sekadar aksesoris, sehingga bisa dipadupadankan dengan pakaian lain yang juga sedang tren. Seperti tren "jilboobs" yang menampilkan muslimah berkerudung dengan pakaian ketat hingga menampakkan lekuk tubuhnya. Kondisi ini, menunjukkan bahwa para perempuan belum memahami utuh fungsi kerudung dan jilbab dalam syariat Islam. Pemahaman yang kurang, menyebabkan mudahnya mereka melepas kerudungnya yang dianggap bak aksesoris semata.

Fenomena FOMO dan kerudung dianggap sekadar aksesoris, tidak terlepas dari sistem sekuler liberal yang diterapkan di negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Sistem ini, telah sukses menjauhkan kaum muslim dari agamanya, juga mengaburkan tujuan hidup dan standar kebahagiaan. Pemahaman ini, telah mengajarkan kaum muslim bahwa tujuan hidup manusia diukur sebatas materi dan makna kebahagiaan hanyalah kepuasan jasadi. Walhasil, mereka dalam berperilaku jauh dari tuntunan syariat.

Kehidupan sekuler telah menjerat setiap lini kehidupan mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara. Ini tampak pada sikap orang tua, mereka tidak berkutik selain menghormati pilihan anaknya dengan alasan sebagai bentuk proses pencarian jati diri. Padahal, sejatinya jati diri seorang muslim adalah seorang hamba yang wajib patuh pada Tuhannya dengan terikat hukum syarak. Sikap tak berdaya tersebut, justru mengantarkan anaknya jatuh ke dalam jurang api neraka, nauzubillah!

Demikian juga lingkungan dan masyarakat memengaruhi muslimah, terlebih hidup di Barat yang kental dengan kehidupan sekulernya. Alhasil, agar diterima di tengah mereka, ia rela melepaskan kerudungnya akibat dari tipisnya keimanan dan ketakwaan pada dirinya. Mereka mudah terpengauh dengan kebiasaan masyarakat Barat, meskipun hal itu bertentangan dengan ajaran Islam. Pun, negara sekuler telah jelas memandang agama hanya urusan pribadi, sementara kehidupan manusia diserahkan pada akalnya. Maka tak heran, tidak sedikit individu masyarakat mudah mengabaikan bahkan meninggalkan aturan dari Sang Pencipta manusia, Allah Swt.

Pandangan Islam

Berbeda dengan Islam. Kehidupan yang diatur oleh Islam menjadikan masyarakat, termasuk generasi muda berpegang teguh pada agama. Ini karena, ketakwaan individu tidak lepas dari peran keluarga, lingkungan masyarakat, dan negara. Orang tua akan mendidik anak-anaknya dengan agama sebagai pandangan hidup, juga menjaga dan melindungi anak dari segala macam kemaksiatan termasuk melepaskan kerudungnya. "Proses pencarian jati diri" yang kerap menimpa remaja hakikatnya merupakan kamuflase pemikiran Barat yang mengagungkan kebebasan berpikir dan bertingkah laku yang sengaja dihembuskan di tengah umat Islam.

Sementara dalam Islam, mereka tidak akan dipusingkan dalam "proses pencarian jati diri" karena akidah Islam tertancap kuat dalam jiwa-jiwa kaum muslim, khususnya remaja. Karena setiap persoalan kehidupan akan mampu diselesaikan berdasarkan akidah Islam, sehingga mereka fokus pada menciptakan karya untuk kemaslahatan umat. Demikian pula, lingkungan masyarakat yang kondusif akan mewujudkan individu yang jauh dari kemaksiatan karena setiap pelanggaran hukum syarak akan dicegah. Karena itu, lingkungan dan masyarakat islami akan menjaga keimanan dan ketakwaan individu, sebagaimana sabda Rasulullah saw. "Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari Muslim)

Selain itu, peran negara sangat penting dalam menghadirkan suasana keimanan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yaitu dengan diterapkannya sistem pendidikan berdasarkan akidah Islam. Pendidikan Islam mampu mewujudkan kepribadian Islam sehingga mereka paham akan hakikat dan tujuan hidup mereka.

Dengan demikian, fenomena buka-tutup hijab merupakan buah dari diterapkannya sistem sekuler liberal dalam kehidupan umat Islam. Maka, satu-satunya solusi untuk mengatasi problem tersebut dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara, sehingga perempuan muslimah termasuk remaja taat pada syariat dan fokus berkarya untuk umat.


Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak