Pelemahan Rupiah dan Sistem Mata Uang: Solusi dalam Islam



Oleh: Sarah Fauziah



Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah mencapai Rp 16.280, menyusul pernyataan pejabat Amerika tentang situasi di Iran. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menunjukkan bahwa ini adalah kali pertama dalam empat tahun terakhir nilai tukar rupiah mencapai level tersebut. Pelemahan rupiah ini terutama disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk mempertahankan suku bunga tinggi, yang membuat investor global lebih tertarik untuk menanamkan uangnya di pasar AS. Akibatnya, terjadi arus keluar modal asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kedua, meningkatnya konflik antara entitas Yahudi dan Iran di Timur Tengah, yang meningkatkan ketidakpastian dan mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah semakin kuat.

Namun, di balik faktor-faktor tersebut, penyebab utama pelemahan rupiah adalah ketergantungan yang kuat pada dolar sebagai mata uang dunia. Hal ini merupakan hasil dari imperialisme Amerika Serikat dalam sistem kapitalis global, di mana dolar menjadi standar mata uang internasional. Sebagai contoh, setelah Perang Dunia Pertama, banyak negara meninggalkan standar emas dan beralih ke mata uang kertas, dengan AS menjadi debitor utama bagi banyak negara.

Perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 mematok nilai tukar mata uang dunia terhadap dolar AS, karena AS memiliki cadangan emas terbesar saat itu. Hal ini memungkinkan AS untuk mengendalikan kondisi ekonomi global dan secara tidak langsung menguasai banyak negara di dunia. Namun, kekuatan ini sebenarnya bersifat semu, karena bergantung pada kesepakatan antara negara-negara yang terlibat.

Pelemahan rupiah memiliki dampak luas, termasuk meningkatkan harga barang-barang impor dan bahan baku industri, serta memicu inflasi yang pada akhirnya melemahkan daya beli masyarakat. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan yang diakibatkan oleh imperialisme AS, yang menempatkan negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam posisi yang rentan.

Di sisi lain, Islam menawarkan alternatif dengan sistem mata uang berbasis emas dan perak, yang lebih stabil dan adil. Rasulullah saw. telah menetapkan penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang resmi di Madinah pasca-hijrah, dengan standar berat yang jelas. Mata uang ini memiliki nilai intrinsik yang nyata, dan nilainya tetap stabil seiring waktu.

Namun, implementasi sistem mata uang emas membutuhkan institusi negara yang menerapkan prinsip-prinsip Islam secara kaffah, seperti Daulah Khilafah. Hanya dengan sistem ini, ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat dapat dijamin, dan masyarakat bisa hidup dengan tenteram.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak