Menangani Pornografi: antara Sistem Demokrasi-Kapitalis-Sekuler dan Perspektif Islam



Oleh: Sarah Fauziah



Menkopolhukam, Hadi Tjahjanto, mengumumkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) untuk menangani pornografi online yang merugikan anak-anak di bawah umur. Satgas ini akan melibatkan sejumlah Kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Menurut Hadi, korban pornografi online termasuk anak-anak usia dini hingga disabilitas.

Data dari National Center for Missing and Exploited Children mencatat ada lebih dari 5 juta konten pornografi yang melibatkan anak-anak Indonesia, membuat Indonesia berada di peringkat keempat secara global dan kedua di ASEAN. Pornografi, yang kini legal dalam kapitalisme, juga menjadi bagian dari _shadow economy_. Namun, sistem Kapitalisne ini gagal menciptakan lingkungan yang mendukung untuk mencegah kejahatan, termasuk kejahatan seksual, di masyarakat. Selama ada permintaan, Kapitalisme akan memproduksi meski itu merusak Generasi, termasuk pornografi bahkan menjadi sesuatu yang legal. Apalagi, dalam kapitalisme, produksi pornografi termasuk shadow economy, jadi pasti akan dibiarkan bahkan dipiara. Sistem ini akan mendukung terjadinya kemaksiatan, demi mendapatkan keuntungan.

Dalam Islam, pornografi: baik penonton maupun industri yang memproduksinya, dianggap sebagai kemaksiatan yang harus dihentikan. Negara Islam akan menjaga kebersihan interaksi sosialnya dan tidak akan membiarkan pornografi menjadi industri atau bahkan bagian dari ekonomi bayangan. Sistem hukum Islam akan memberlakukan sanksi yang tegas, bahkan preventif, untuk mencegah perbuatan tersebut. Dengan demikian, di dalam khilafah, anak-anak akan tumbuh di lingkungan yang bersih dan tidak akan menjadi korban atau pelaku pornografi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak