MUSLIMAH NEGARAWAN, PILAR PERADABAN






Oleh : Ummu Aqeela


International Women's Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional diperingati tiap tahunnya pada 8 Maret. IWD merupakan hari aktivisme global yang telah diperingati sejak 1911 dengan komitmen mendorong kesetaraan perempuan.
Pada tahun ini, peringatan IWD mengambil tema 'Inspire Inclusion' atau 'Menginspirasi Inklusi'. Hal ini sama dengan merayakan keberagaman dan pemberdayaan di seluruh aspek masyarakat. Peran inklusi diperlukan untuk mencapai kesetaraan.
Mengutip dari laman IWD, tema ini mendorong semua orang untuk mengenali perspektif unik dan kontribusi perempuan di semua lapisan masyarakat, termasuk kaum komunitas marginal.

Salah satu pilar utamanya adalah mendorong keberagaman dalam posisi kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Perempuan, terutama mereka yang berasal dari kelompok marginal, terus menghadapi hambatan dalam hal mencari peran kepemimpinan. (CNN Indonesia, Jumat 08 Maret 2024)

Di era modern ini makna kesuksesan seorang perempuan sangatlah sempit dan individual, ditentukan hanya oleh capaian materi, status atau sekedar gelar artifisial. Masyarakat semakin kehilangan gambaran bagaimana berdayanya peran perempuan dalam merangkai kesuksesan dan kemajuan kolektif masyarakat dan peradabannya. Wajar jika peran domestik perempuan sering dianggap peran yang biasa, bukanlah prestasi dan kesuksesan perempuan, karena lensa yang dipakai adalah lensa yang mikro individual.

Ditambah lagi diera yang rusak ini, era dimana Islam dicampakkan dari kehidupan, lalu diterapkan sistem sekular-liberal, kaum perempuan dirundung keprihatinan yang menyesakkan. Sejak itu, kedukaan menyelimuti kehidupannya. Mereka tak lagi menjadi pilar peradaban. Namun menjadi tumbal peradaban sistem kapitalis – sekular. Terjajah dan tereksploitasi oleh kerusakan sistem kapitalis-sekular yang dipaksakan dalam kehidupan.

Perempuan tak lagi mulia dan terhormat. Auratnya diumbar atas nama kebebasan berekspresi dan eksplorasi diri. Kemiskinan yang mendera akibat sistem kapitalis, menjadikan mereka terpaksa mengais rezeki sendiri hingga tak jarang meninggalkan peran utamanya dirumah untuk anak dan suami.Penyiksaan, penganiayaan, pembunuhan, seolah menjadi tontonan sehari-hari.

Kaum perempuan tak lagi tinggi martabatnya. Lihatlah bagaimana angka perceraian, pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan yang kian meninggi. Keluarga berantakan, anak pun menjadi korban. Inilah pula alasan yang kerap kali digaungkan kaum feminis agar perempuan bangkit dari keterpurukan. Akibatnya, banyak perempuan yang tak memahami bagaimana Islam mengatur peran laki-laki dan perempuan.

Peran domestiknya sebagai Ibu dan pengatur rumah tangga dianggap mengekang dan rendahan. Pakaian muslim yang menutup keindahan tubuhnya dianggap mengungkung kebebasan. Islam dianggap tak adil memberi porsi, dituding diskriminasi dan mempersekusi.
Maka, tidak seharusnya kita menjadikan ide feminisme sebagai jalan kebangkitan perempuan. Sebab, Islam terbukti secara historis mampu memuliakan dan menyejahterakan. Karena, setara sesungguhnya tak berarti sama. Laki-laki dan perempuan diciptakan sesuai fitrah dan posisi masing-masing. Sebagai manusia dan hamba, ketakwaanlah yang menjadi barometer tingkat ketinggian derajat seseorang, baik laki-laki maupun perempuan.

Seorang muslimah yang sadar, pasti merasakan bahwa kehidupan modern hari ini adalah bentukan dari peradaban barat yang memuja sekularisme sebagai asas dan kapitalisme sebagai penggeraknya yang menjadikan kesenangan dan materi sebagai standar kesuksesan. Yang bisa berakibat fatal kepada seluruh muslim dan muslimah. Yaitu mengerdilkan cita-cita hanya sebatas mendapat pekerjaan sekaligus mengerdilkan banyak harapan orang tua akan masa depan anak-anak mereka. Dalam kapitalisme, profil perempuan sukses adalah mereka yang mapan dalam karir, finansial dan keluarga. Nyatanya, hal itu hanyalah ilusi kesuksesan pribadi yang bisa diperoleh jika kita fokus pada diri dan keluarga sendiri dan mengabaikan penderitaan orang lain.

Berbanding terbalik dalam islam, sistem Islam yang garis politik ekonominya memiliki tujuan mendasar agar negara hadir untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap individu masyarakat, dilengkapi dengan kokohnya akidah Islam dalam diri setiap muslim yang membangun keyakinan akan rezeki akan menciptakan generasi yang kebal virus pragmatisme hingga tidak ada penghalang antara cita-cita besar yakni cita-cita kepemimpinan atas umat Muhammad saw.

Walhasil, peradaban Islam telah terbukti mewariskan cita-cita besar umat Islam, laki-laki dan perempuan, muslim dan muslimah dengan memberi mereka peran sebagai umat terbaik dan pemimpin dunia pembangun peradaban yang menyebarkan Islam sebagai rahmat semesta alam.

Maka, kualifikasi tertinggi agar mampu mengemban peran besar dan cita-cita kepemimpinan atas umat Muhammad saw adalah kualifikasi seorang negarawan, sebagaimana paradigma politik Islam untuk melayani urusan umat dan ini tidak terbatas hanya untuk laki-laki, namun juga untuk kaum wanita. Karena Allah menganugerahkan dua makhluk ini akal dan fikiran yang sama.

Dalam kapasitas pemikiran, Islam tidak pernah membatasi muslimah menuntut ilmu dan membangun pemikiran yang tinggi, bahkan pemikiran politik internasional. Baik laki-laki maupun perempuan diberi hak dan kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu, mendalami tsaqofah Islam, memperkaya wawasan dan mengamalkan ilmunya untuk umat dan kemuliaan Islam.
 
Wanita sebagai muslimah negarawan akan selalu berusaha mengubah, membentuk serta menundukkan keadaan sesuai dengan kehendak mereka agar keadaan itu sesuai dengan ideologi yang mereka yakini yaitu ideologi islam, bukan sebaliknya, yakni menyesuaikan ideologi dengan keadaan. 
 
Karena itu, seorang muslimah negarawan harus bersiap dan melakukan persiapan lebih untuk mewujudkan cita-citanya. Dan tentu, untuk membangun dan menegakkan sebuah peradaban yang mulia, ada begitu banyak persiapan yang harus kita lakukan sejak hari ini. Termasuk membangun kapasitas seorang negarawan bagi para muslimah pengemban dakwah Islam dan pelaku penggerak perubahan. Dan dengan cita-cita tingginya tidak hanya bisa menjadi pemimpin dalam keadaan namun juga melahirkan seorang pemimpin untuk membuat perubahan, yaitu perubahan yang menghadirkan islam yang sempurna untuk seluruh umat manusia.
 
Wallahu’alam bishowab.
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak