Pembuangan dan Pembunuhan Anak Kian Marak, Sistem Sekuler Gagal Melindungi Anak



Oleh : Rokimatul Hayati, S.Pd.  
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)



Anak adalah permata orang tua dalam keluarga. Anggota keluarga memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan anak. Juga mendukung dan melindungi mereka. bertolak belakang dengan banyak fakta hari ini. Betapa tidak, marak terjadi kasus ibu tega membuang bahkan membunuh anak kandungnya sendiri. Lubuklinggau, geger seorang ibu yang buang bayi dalam kardus di Jalan Kemuning RT.4 Kelurahan Kemuning Kecamatan Lubuk Linggau Utara II. Seperti diketahui penemuan bayi di dalam kardus itu, yakni pada Jumat 22 Maret 2024 sekitar pukul 18.30 WIB. Yang menemukan adalah pasangan suami istri Suwiryo alias Rio (43) dan Marti Anggraini alias Atik (44).

Kapolres Lubuk Linggau AKBP Indra Arya Yudha melalui Kapolsek Lubuk Linggau Utara AKP Denhar memberikan penjelasan soal identitas si ibu “Sedang kami selidiki siapa ibu yang membuang bayi tersebut,” jelas Denhar, Sabtu 23 Maret 2024. Kapolsek menjelaskan bahwa pihaknya menyelidiki, dan akan mempidanakan ibu yang membuang anak tersebut. 

Hilangnya Fitrah Seorang Ibu

Sungguh menyesakkan dada seorang ibu yang sejati penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, malah tega membuang dan membunuh anak kandungnya sendiri. Mirisnya, kejadian ini tidak hanya satu kejadian saja, tetapi ada beberapa, bahkan bisa jadi jauh lebih banyak dibandingkan yang diberitakan media. Korbannya pun beragam usia, bahkan ada bayi baru lahir seperti yang terjadi di Lubuklinggau. sejatinya ikatan antara ibu dan anak sangat kuat dan istimewa. Namun hari ini, kekuatan ikatan rahim itu menjadi hancur lantaran ide sekularisme. Kejadian pembunuhan anak oleh ibu kandungnya sendiri sungguh telah mengoyak nurani. Sebab ibu dan anak memiliki hubungan darah yang tidak mungkin terhapuskan meski waktu terus berjalan. Sekulerisme lah yang telah mencabut naluri keibuan dan pemuliaan pada sosok ibu.

Laman BBC Indonesia menunjukkan, 80% perempuan pelaku pembuangan dan pembunuhan anak berasal dari keluarga miskin, 85% di antaranya berada dalam pernikahan tidak harmonis.  Di Indonesia, kasus pembuangan dan pembunuhan anak mulai mencuat masif dari tahun 2012 sampai sekarang. Kasus berulang ini sebagian besar karena si ibu mengalami stres tingkat akut
Sekularisme membuat manusia hilang pegangan hingga mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Sungguh mengerikan kejahatan sekularisme yang senantiasa hanya berpikir pragmatis dan mencari solusi praktis atas problem yang ada. Tidak memiliki solusi komprehensif dan selalu bertindak responsif mengikuti nalurinya. Malapetaka menjadi keniscayaan bila individu mengadopsi ide sekularisme. 

Terlebih jika negara juga mengadopsi sekularisme sebagai tatanan kehidupan, malapetaka yang terjadi bisa jauh lebih besar. Laman BBC Indonesia menunjukkan, 80% perempuan pelaku pembuangan dan pembunuhan anak berasal dari keluarga miskin, 85% di antaranya berada dalam pernikahan tidak harmonis.  Di Indonesia, kasus pembuangan dan pembunuhan anak mulai mencuat masif dari tahun 2012 sampai sekarang. Maraknya kasus pembuangan dan pembunuhan anak yang terjadi saat ini, sebagian besar karena si ibu mengalami stres tingkat akut. Adapun penyebab munculnya stres akut yang dialami oleh si ibu adalah motif ekonomi yang sulit dan tidak harmonisnya rumah tangga.

Hingga kini, hal demikian seolah menjadi fenomena yang siap meluluhlantakkan bangunan keluarga. Ini adalah gejala masyarakat dalam sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak. Sekularisme memisahkan kehidupan dan agama sukses menghilangkan fitrah keibuan. Keimanan yang memudar dalam diri serta ketakwaan yang tidak bersemayam pada tingkah laku adalah faktor terbesar penyebab sang ibu kehilangan kewarasan hingga tega membunuh anak-anaknya. Sekularisme memang memenjarakan agama pada ruang sempit, yaitu ibadah ritual semata sehingga tidak menjadikan agama sebagai solusi permasalahan kehidupan. Padahal, Allah Swt. telah membekali manusia untuk hidup di dunia berikut seperangkat aturan agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah.

Oleh karenanya, tercabutnya fitrah ibu sebagai pelindung bagi anak-anaknya dari segala macam bahaya adalah akibat sekularisme yang bercokol terlalu lama. Paham inilah yang menyebabkan seorang ibu meminggirkan peran agama. Disamping itu, beban ganda para ibu yang juga dituntut untuk membantu nafkah keluarga, ditambah kebutuhan pokok yang serba mahal, membuat stres pada para ibu berujung tindakan kriminal. Itulah sebab fenomena pembuangan dan pembunuhan terhadap anak yang tengah mengemuka tidak cukup terselesaikan dengan perbaikan kejiwaan individu pelakunya. Problem ini seharusnya mendorong negara menghapus semua faktor secara sistemis yang memicu masalah kejiwaan kaum ibu.

Jurang Kemiskinan yang Semakin Menghimpit

Fakta pembuangan dan pembunuhan ibu terhadap anak, yang disebabkan kekhawatiran akan tidak mampu menafkahi dan memenuhi kebutuhan si anak semakin menambah deretan kerusakan hidup yang disebabkan penerapan sistem rusak di negeri ini. Sistem sekularisme kapitalisme yang dijalankan di negeri ini telah sukses membuat jurang kemiskinan menjadi makin lebar. Sebab kemiskinan yang menimpa keluarga ini bukan kemiskinan yang bersipat kultural yaitu yang disebabkan oleh kemalasan rakyat, tapi kemiskinannya bersipat struktural yaitu kemiskinan yang lahir karena ketidakmampuan sistem atau pemerintah dalam menyediakan kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja dan memperoleh kesejahteraannya. 

Inilah akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang membuat kekayaan milik rakyat tidak dapat dinikmati oleh rakyat, tapi melayang dengan mudah ke tangan korporasi. Kemiskinan structural adalah penyakit bawaan sistem kapitalisme yang mendewakan kebebasan individu untuk memiliki sesuatu. Dalam sistem kapitalis tidak masalah menguasai tambang emas, migas, dan sumber daya alam lainnya yang jumlahnya melimpah ruah. Privatisasi swasta sumber daya alam ini akhirnya membuat kekayaan yang dimiliki Negara tidak terdistribusi secara adil kepada rakyat. Pada akhirnya keuntungan besar pun mengalir ke kantong-kantong para korporat, sementara Negara minim pemasukan. Minimnya pemasukan membuat Negara tidak mampu penuhi kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan. Baik diberikan secara langsung, maupun tidak langsung.

Negara juga gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, serta infrastruktur yang mendukung. Akibatnya rakyat kesulitan memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak dan berkualitas. Kemiskinan dan kesenjangan pun semakin tinggi, kehidupan di rumah semakin sulit dan terhimpit. Sebaliknya para korporat hidup kaya raya dan bergelimang harta. Selain itu, sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini semakin mempermudah melayangnya sumber daya alam ke tangan swasta. Sistem demokrasi rusak ini melahirkan penguasa pelayan korporat bukan pelayan rakyat. Sebab, naiknya mereka ke kursi kekuasaan tak lepas dari peran besar para korporat yang mendanai mereka saat pemilu. 

Akhirnya saat menjabat mereka hanya berperan sebagai regulator, yakni pembuat peraturan dan UU yang sejalan dengan kehendak korporat dan membuka keran besar kepada korporasi untuk membisniskan sumber daya alam milik rakyat. Jadilah negeri ini menjadi model negara korporatokrasi, yakni sebuah sistem negara yang menyerahkan seluruh kebutuhan rakyat kepada pihak swasta. Negara hanyalah sebagai regulator yang mengatur hubungan masyarakat dengan pihak swasta.

Islam Menjaga Fitrah Ibu

Dalam Islam, persoalan mencari nafkah dan perlindungan dibebankan pada suami atau wali, bukan pada perempuan dalam kapasitasnya sebagai anak, istri, ataupun ibu. Itu semua agar si ibu bisa optimal menjalankan tugasnya sebagai ummu wa robbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga) serta mengasuh dan mendidik anak. Jika sudah tidak ada suami atau wali, urusan nafkah dan perlindungan terhadap perempuan beralih pada negara. 

Sebaliknya, dalam sistem kapitalisme saat ini, kaum ibu justru ikut memanggul beban ekonomi. Terdistraksi nya mereka terhadap urusan nafkah cenderung mematikan fitrah keibuan. Fokus mereka menjadi terbelah, harus mengurus anak dan rumah, harus pula mencari nafkah. Ditambah lagi, tata kelola negara berasaskan sekuler sehingga pola interaksi dalam masyarakat pun bercorak sekuler pula.

Oleh karenanya, agar interaksi dalam masyarakat bercorak islami, harus ada keimanan dan ketakwaan dalam individu umat. Hal itulah yang insyaallah akan senantiasa menjadikan agama sebagai pengatur seluruh urusan diri. Dari titik ini, umat akan berbondong-bondong mempelajari agama demi keselamatan di dunia dan akhirat. Selain individu dan masyarakat yang bertakwa, negara pun harus menerapkan Islam kaffah dalam kebijakannya. Dengan demikian, kondisi keimanan umat dapat senantiasa terjaga dan seluruh permasalahan dapat diselesaikan. Dengan aturan Islam, para ibu akan kembali kepada fitrahnya, yaitu sebagai pelindung bagi anak-anaknya. 

Islam Sebagai Solusi Tuntas

Dalam Islam, keluarga dibangun atas pondasi ketaatan pada Allah SWT bukan unsur kebermanfaatan semata. Pengaturan kehidupan keluarga diatur dengan lengkap dan menyeluruh. Pengaturan tentang pernikahan, pergaulan suami istri, pengasuhan anak, kewajiban dan hak-hak suami-istri. Syariat menjadi standar setiap persoalan dalam rumah tangga, Negara akan memahamkan konsep keluarga ini dalam bingkai pendidikan Islam kepada setiap muslim. Disamping itu, Negara akan menerapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan keluarga dan memberlakukan sistem sanksi sesuai dengan syariat bagi yang melakukan pelanggaran.

Sistem ini jelas akan menjaga keharmonisan dan keutuhan keluarga, sebab Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kelebihan potensi. Sehingga pada beberapa hukum dikenakan sama, namun pada hukum-hukum lain ada pengkhususan. Islam memandang perempuan sosok yang mulia yang memiliki anggung jawab yang besar dalam mendidik generasi  dan menjadi penanggung jawab dalam mengatur urusan rumah tangga. Sementara laki-laki memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarganya, hingga perempuan dapat fokus mengurusi keluarga. Negara punya andil besar sebagai pusat sentral dalam menjamin kelangsungan hidup setiap keluarga. Yang artinya Negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, Negara bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya terkait masalah kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan keamanan. 

Dalam Islam, sistem ekonomi Islam lah yang digunakan oleh negara, serta membuang jauh sistem ekonomi kapitalis yang sudah jelas cacat dan rusak. Negara Islam juga menjamin kebutuhan pokok ( sandang, papan, pangan ) bagi setiap rakyatnya. Sehingga tidak ada lagi kekhawatiran bagi setiap kelurga akan tidak mampunya memenuhi kebutuhan anak. Sehingga tidak akan terjadi pembuangan dan pembunhan anak yang di sebabkan ekonomi yang sulit. Semua itu dapat terjadi jika manusia mau menerapkan segala aturan Islam secara menyeluruh dalam nangungan sistem Khilafah Islam. Wallahua’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak