LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN, TIDAK ADA YANG KETIGA



 
                  Oleh ; Ummu Aqeela
 
Senat Thailand pada hari Selasa (2/4) akan memperdebatkan rancangan undang-undang untuk melegalkan pernikahan sesama jenis, seiring upaya negara tersebut untuk menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengakui kesetaraan pernikahan.
 
Thailand telah lama memiliki reputasi internasional dalam hal toleransi terhadap komunitas LGBTQ. Namun, para aktivis komunitas itu telah berjuang selama beberapa dekade untuk melawan sikap dan nilai-nilai konservatif.
 
DPR Thailand dengan mudah menyetujui rancangan undang-undang tersebut pekan lalu, dan kini RUU itu beralih ke Senat yang dipilih tidak melalui proses pemilu. Senat Thailand didominasi oleh orang-orang konservatif yang ditunjuk oleh junta terakhir.
Kini para senator akan membahas RUU tersebut, yang akan mengubah referensi untuk “pria,” “perempuan,” suami,” dan “istri,” dalam undang-undang pernikahan menjadi istilah netral gender dan akan mengadakan pemungutan suara pertama sebelum meneruskannya ke komite untuk dipertimbangkan lebih lanjut. (Voa Indonesia, Selasa 2 April 2024)
 
Legalisasi pernikahan sejenis dan seks bebas di Thailand dan negara-negara ASEAN tidak terlepas dari pengaruh sistem yang saat ini mendominasi dunia yakni sistem kapitalisme sekulerisme yang menjamin kebebasan individu untuk berekspresi.
 
Ada dua kebebasan yang dimaksud. Pertama, setiap individu bebas mengekspresikan keinginannya, termasuk seksualitasnya. Kedua, setiap individu tidak boleh melanggar kebebasan individu lainnya. Sangat nyata, konsep kebebasan ala kapitalisme sekuler yang telah menciptakan sifat individualis di tengah masyarakat.
 
Melegalisasi eksistensi LGBT akan membuat para pelaku maksiat semakin leluasa, dan yang terburuknya akan mematikan generasi secara global sebab tidak dapat dipungkiri di negeri-negeri tetangga akan terpengaruh dan ikut melegalkan pernikahan sesama jenis termasuk indonesia, mengetahui negeri-negeri tersebut menerapkan sistem yang sama dan menjadikan HAM diatas segala-galanya.
 
Atas dasar HAM rasionalitas masyarakat dibungkam. Penyimpangan yang seharusnya ditentang masyarakat, malah harus dimaklumi sebagai suatu hal yang wajar. Kaum LGBT pun tidak merasa malu lagi untuk mengakui dan mengekspos kecenderungan seksualnya yang menyimpang.
 
Atas dasar HAM, negara pun tak dapat berbuat banyak dan memilih untuk diam atas perilaku para penggiat LGBT yang terus menjajakan konsep-konsep mereka yang menyimpang pada kalangan generasi. Tidak ada langkah tegas dari negara dalam menyikapi hal ini. Padahal, kondisi ini kian parah. Jika penyimpangan tersebut terus berlanjut maka akan mematikan generasi secara global.
 
Melihat makin mengakarnya liberalisme dan seks bebas maka desakan akan indonesia melegalkan hal yang sama bisa muncul kapan saja dari kelompok mereka. Karenanya masyarakat muslim wajib terus menunjukkan penolakan terhadap perilaku LGBT dan menentang setiap kebijakan yang membuka jalan legalisasi LGBT.
 
Negara dalam sistem islam sangatlah berperan penting dalam menjaga kehidupan sosial masyarakatnya agar tetap berjalan sesuai dengan hukum syara, yakni mewajibkan setiap masyarakatnya untuk senantiasa terikat dengan hukum syara sehingga jauh dari kehidupan yang serba bebas.
 
Dalam agama Islam, tidak mengenal adanya kebebasan mutlak dalam arti kebebasan tanpa kepatuhan. Islam membatasi perbuatan kaum muslim dengan mewajibkan mereka untuk taat kepada hukum syariah. Setiap perbuatan kaum muslim harus disesuaikan dengan syariah.
 
Dalam penciptaan manusia, islam mengakui dua jenis gender yaitu laki laki dan perempuan tidak ada yang ketiga lesbi, gay, biseksual, transgender dan sebagainya. Fitrahnya manusia diciptakan berpasangan dengan lawan jenisnya “Laki- laki dan perempuan” bukan menyalahi fitrahnya berpasangan sejenis. Dengan naluri nau yang secara alamiah ada pada laki- laki dan perempuan, ketika bersatu akan berkonsekuensi melahirkan keturunan.
 
Sementara apa yang diharapkam oleh kaum LBGT hanyalah pelampiasan syahwat dan nafsu belaka. Hal ini tentu merupakan penyimpangan sebab bertentangan dengan syariat islam, dimana islam menghendaki adanya keberlanjutan kehidupan ras manusia sementara Kaum LGBT malah menghambatnya.
 
Oleh karena itu negara wajib melakukan edukasi masif mengenai cara menyalurkan naluri ini sesuai syariat. Masyarakat juga tidak boleh terlena, apalagi menjadikan tingkah laku penyuka sesama jenis ini sebagai tontonan, meski sekadar candaan.
 
Selain itu, negara wajib melindungi rakyat dari berbagai informasi maupun konten berbau LGBT. Negara wajib mengontrol sirkulasi informasi di media sebab media saat ini menjadi medium yang banyak digunakan untuk menampakkan gaya hidup kaum LGBT. Aktivitas preventif ini harus negara barengi dengan sejumlah sanksi atas pelaku penyimpangan.
 
Sebagaimana sabda Rasulullah saw “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as., maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Islam menetapkan bahwa sanksi pelaku homoseksual adalah hukuman mati. Demikianpula pelaku lesbi dan perilaku menyimpang seksual lainnya, jenis sanksinya diserahkan pada Khalifah. Rasulullah saw. bersabda, “Lesbi (sihaaq) di antara wanita adalah (bagaikan) zina di antara mereka.” (HR Thabrani)
 
Dengan adanya edukasi yang masif dan sanksi hukum yang tegas dari negara, insyaa Allah masalah LGBT akan dituntaskan hingga ke akarnya. Namun solusi tersebut hanya dapat dilakukan apabila islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Khilafah islamiyah.
 
Wallahu’alam bishowab.
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak