Jalan Tol Gratis, Mungkinkah?




Oleh Nining Sarimanah



Antusiasme masyarakat untuk mudik lebaran 2024 memang luar biasa. Karena itu, untuk kelancaran arus mudik dan balik tahun ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) melakukan berbagai persiapan, diantaranya pemberlakuan pembayaran diskon tarif tol sebesar 20% pada beberapa ruas seperti Jalan Tol Trans Jawa, Tol Trans Sumatra, dan Tol Krian-Legundi-Bunder. 

Adapun diskon tarif tol berlaku jika pemudik berangkat lebih awal yaitu pada 3 April pukul 05.00 WIB hingga 5 April 2024 pukul 05.00 WIB dan melakukan perjalanan balik pada 17 April pukul 05.00 WIB hingga 19 April 2024 pukul 05.00 WIB. Selain itu, harus dipastikan bahwa saldo e-toll minimal Rp500.000 agar potongan tarif tol diperoleh.

Diakui Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Subakti Syukur bahwa pihaknya tidak bisa menggratiskan tol sebagaimana Malaysia, selama dua hari dengan mengompensasi sebesar 37,6 juta Ringgit atau Rp126,3 miliar, karena tidak semua tol milik BUMN tetapi ada perusahaan asing di dalamnya. (kompas.com, 4/4/2024)

Jalan tol, jalan raya, dan sebagainya merupakan sarana publik yang dibutuhkan masyarakat yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Sehingga, rakyat bisa mengakses sarana tersebut dengan gratis tanpa dipungut biaya. Oleh karena itu, pembangunan fasilitas publik ini, tidak boleh dibiayai dengan jalan investasi, utang, hingga membebani BUMN yang menyebabkan rakyat harus membayar mahal.

Seharusnya, pembiayaan pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik, diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Namun, sayangnya kekayaan alam yang melimpah justru dikuasai asing dan aseng akibat dari diterapkan sistem kapitalis. Larangan tersebut ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad yang artinya, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." Sistem kapitalis, menjadikan negara sebagai regulator dari para kapital, sementara kepentingan rakyat diabaikan.

Seyogianya negara waspada terhadap penguasaan aset publik oleh asing yang merupakan salah satu perangkap mereka untuk menjajah negeri-negeri muslim. Sementara itu, negara bisa mewujudkan pelayanan gratis pada masyarakat, jika negara mengelola kekayaan alam Indonesia secara mandiri demi kepentingan rakyat dan melepaskan ketergantungannya pada asing. Penerapan Islam secara kaffah dalam institusi negara satu-satunya yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat.


Wallahu a'alam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak