Program Indonesia Pintar dan Keseriusan Memajukan Pendidikan




Oleh: Wahyuni Mulya



Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim melaporkan hingga 23 November 2023 penyaluran bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) telah mencapai 100 persen target, dengan data sebanyak 18.109.119 penerima. Bantuan itu menelan anggaran sebesar Rp 9,7 triliun setiap tahunnya.

Dalam upaya meningkatkan ketepatan sasaran bantuan PIP, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan (Puslapdik), Abdul Kahar, menyampaikan bahwa sasaran penerima PIP diperoleh dari tiga data. Ketiga data tersebut yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah terverifikasi oleh Kementerian Sosial, yang kemudian diselaraskan dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk mengecek keberadaan pelajar di sekolah. Dan data yang terakhir adalah Data Pensasaran Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Pemerintah dalam narasinya berkomitmen akan terus meningkatkan kualitas pelaksanaan program PIP sebagai bagian dari upaya pemerataan hak dan kualitas pendidikan. Dengan demikian, semua anak Indonesia dapat merasakan manfaat dari program tersebut. Bahkan Presiden Jokowi menegaskan bahwa bantuan PIP bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pelajar dalam menimba ilmu di sekolah. Untuk itu Jokowi meminta para pelajar agar pandai mengatur dana bantuan PIP yang sudah diberikan.

Alokasi Dana Program Indonesia Pintar

Terkait belanja prioritas 2024, alokasi dana untuk bidang pendidikan adalah sebesar Rp 665,0 triliun. Kemendikbudristek sendiri mengelola dana sebesar Rp 98,9 triliun yang akan diprioritaskan untuk program-program perluasan wajib belajar dan bantuan pendidikan dalam rangka mendukung transformasi ekonomi inklusif dan berkelanjutan.

Untuk program prioritas pendidikan pada 2024, dana PIP selain untuk jenjang SD—SMA/SMK meliputi KIP Kuliah yang ditargetkan untuk 985.577 mahasiswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp13,9 triliun. Program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) ditargetkan untuk 3.943 siswa dengan alokasi sebesar Rp107 juta. Program Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) ditargetkan untuk 9.276 mahasiswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp7,7 miliar.

Nadiem mengeklaim, kualitas pelaksanaan program PIP adalah bagian dari upaya pemerataan hak dan kualitas pendidikan. Bantuan PIP ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pelajar dalam menimba ilmu di sekolah. Hanya saja, menilik nominal bantuan yang diberikan dengan skalanya yang per tahun, sejatinya tidak sepadan dengan harga-harga kebutuhan sekolah peserta didik. Coba saja kita hitung, misalnya untuk yang jenjang SD. Jika besaran bantuannya Rp 450.000 per tahun, maka per bulan bantuan itu hanya senilai Rp 37.500. Untuk pembelanjaan alat belajar, nominal tersebut hanya cukup untuk membeli buku tulis satu pak yang berisi 10 buku.

Sementara itu kebutuhan sekolah tidak hanya buku tulis. Masih ada kebutuhan lainnya, seperti alat tulis, buku pelajaran, baju seragam juga uang jajan harian anak-anak. Belum lagi dengan sejumlah agenda ke luar sekolah seperti Kegiatan Tengah Semester (KTS) yang wajib di setiap tengah semesternya. Artinya tentu masih harus ada dana pribadi dari pihak peserta didik.

Masalah Cabang Dunia Pendidikan

Problematika pembiayaan dunia pendidikan tidak hanya sampai di situ. Di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata akan adanya angka putus sekolah. Data dari Kemendikbudristek menyebutkan bahwa pada tahun ajaran pendidikan 2022/2023, jumlah anak putus sekolah meningkat dari tahun ajaran sebelumnya, kecuali pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sepanjang tahun ajaran 2022/2023, jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.

Sepintas, program ini seakan menunjukkan kepedulian negara pada kelompok pendapatan terendah. Namun, ternyata program ini sama sekali tidak menunjukkan keberpihakan negara kepada seluruh warga untuk mendapatkan layanan pendidikan secara murah.

Berdasarkan Susenas 2022, jumlah WNI yang pemuda (16—30 tahun) diperkirakan ada sebesar 65,82 juta jiwa atau hampir seperempat total penduduk Indonesia (24,00%). Dari sisi tingkat pendidikannya, hanya sekitar 10,97% pemuda yang menyelesaikan pendidikan hingga PT. Itu pun lebih banyak dicapai oleh pemuda yang tinggal pada kelompok distribusi pengeluaran rumah tangga yang tinggi. Artinya, kelompok masyarakat dengan pengeluaran pendapatan yang rendah cenderung tidak mengakses pendidikan tinggi.

Tulusnya Negara Mencapai Kesejahteraan Pendidikan

Negara sejatinya bisa menjamin layanan pendidikan secara murah bahkan gratis jika saja mau menerapkan sistem Islam secara kafah (Khilafah), baik dalam tatanan politik maupun ekonomi. Dalam tatanan politik, negara secara tegas berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana langsung pengelolaan pendidikan. Negara tidak akan melemparkan tanggung jawab kepada swasta (korporasi) ataupun masyarakat. Negara pun tidak boleh mengomersialkan pendidikan kepada rakyat.

Sudah seharusnya capaian bantuan dana pendidikan 100 %. Sayangnya yang dimaksud adalah 100% penyaluran dana yang dialokasikan, itupun secara bertahap, namun belum mencakup 100% jumlah anak didik yang ada. Faktanya akses Pendidikan belum merata, juga kondisi sarana prasarana, baik  kuantitas ataupun kualitas.  Pendidikan Indonesia masih banyak PR nya. Apalagi kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan dana namun juga kurikulum dan SDM pendidiknya.

Islam menjadikan pendidikan sebagai tanggung jawab negara dalam semua aspeknya, baik fisik, SDM maupun kurikulum dan hal terkait lainnya.  Bahkan Islam menjadikan pendidikan dapat diakses secara gratis oleh semua rakyat. Pendidikan Islam juga memiliki kurikulum terbaik karena berdasarkan akidah Islam, yang mampu mencetak generasi berkepribadian Islam, kuat imannya, berjiwa pemimpin dan trampil menguasai teknologi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak