Ketika Generasi Masa Kini Makin Menjadi-jadi

Oleh: Fitri Suryani, S. Pd.

(Guru dan Penulis Asal Konawe, Sulawesi Tenggara)


Kepala Balai Pemasyarakatan (Kabapas) Kota Kendari, Hasrudin menyebut, kasus tindak pidana anak untuk wilayah kerja Balai Pemasyarakatan (Bapas) tahun 2020 khususnya selama masa pandemi Covid-19 mengalami peningkatan yang sangat luar biasa. 


Ia mengungkapkan angka tertinggi kasus tindak pidana anak tercatat pada kasus pencurian yang mencapai angka 38 anak. Sedangkan, urutan kedua adalah kasus tindak pidana perlindungan anak yang berjumlah 17 anak.


Hasrudin pun membeberkan kasus tindak pidana anak berdasarkan tingkat pendidikan, didominasi oleh tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 26 orang, tidak tamat SMP sebanyak 15 orang, tidak tamat SMA sebanyak 12 orang serta anak SD sebanyak 15 orang. Sementara sisa merupakan kasus anak pada tingkat pendidikan SMA dan yang tidak menyelesaikan pendidikan SD.


Ia juga menjelaskan berdasarkan penelitian lapangan atau peninjauan langsung, faktor penyebab meningkatnya kasus tindak pidana anak secara umum adalah diakibatkan beberapa faktor seperti faktor ekonomi, faktor lingkungan, pergaulan, dan yang paling mendominasi adalah faktor keluarga (Mediakendari.com, 05/08/2020).


Fakta di atas tentu baru secuil terkait tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Belum lagi yang masih belum terekspose oleh media. Tentu tidak menutup kemungkinan masih banyak lagi kasus yang tak jauh berbeda dengan hal tersebut, yang kasusnya tak terendus oleh media dan tak dilaporkan ke pihak berwajib. 


Kasus tindak kriminalitas yang melibatkan anak-anak ternyata tiap tahunnya mengalami peningkatan. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, sejak 2011 hingga akhir 2018, tercatat 11.116 anak di Indonesia tersangkut kasus kriminal. Tindak kriminal seperti kejahatan jalan, pencurian, begal, geng motor, pembunuhan mendominasi. Komisioner KPAI Putu Elvina mengatakan, jumlah anak yang menjadi pelaku kejahatan pada 2011 mencapai 695 orang. Sementara untuk 2018, jumlah anak yang menjadi pelaku kejahatan meningkat drastis menjadi 1.434 orang (Sindonews.com, 14/03/2019). Miris!


Banyaknya generasi masa kini yang makin menjadi-jadi seolah menggambarkan bagaimana kondisi anak-anak kini yang wajahnya tak sepolos dengan kelakuan yang sebenarnya. Hal itu tentu sangat memprihatinkan, mengingat anak merupakan generasi penerus suatu bangsa. Jika generasi penerus bangsa memiliki kelakuan yang menyimpang, tak terbayang bagaimana kondisi bangsa kedepannya. 


Tindakan menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja tentu bukan tanpa sebab. Karena sesungguhnya perbuatan yang mereka lakukan dipengaruhi oleh banyak faktor. Di antara penyebab tindakan tersebut, yakni: Pertama, kurangnya perhatian atau kasih sayang, apalagi nilai edukasi dari orang tua. Hal ini bisa dipicu karena kedua orang tua terlalu  sibuk bekerja, sehingga minim pengontrolan terhadap apa saja yang dilakukan oleh anak. 


Kedua, pergaulan. Pergaulan juga memiliki pengaruh yang sangat besar. Karena sejatinya teman atau sahabat sepermainan akan mudah untuk saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga tak bisa dipungkiri apa yang dikatakan dan dilakukan oleh teman akan mudah untuk ditiru, baik itu positif atau negatif.


Ketiga, lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan masyarakat pun tak kalah penting, karena lingkungan tersebut membantu menopang perilaku anak agar menjadi individu yang baik. Karena jika di tengah-tengah masyarakat tak ada lagi budaya saling mengingatkan dalam kebaikan dan adanya sifat acuh tak acuh, maka tidak menutup kemungkinan akan bertambah parahlah generasi penerus bangsa yang akan datang.


Tak ketinggalan pula, persoalan ekonomi. Terkait masalah ekonomi memang sulit dihindari. Saat belum pandemi saja anak dan remaja tak sedikit tersandung tindak pidana, apalagi di tengah situasi saat ini yang mana persoalan hidup makin hari makin sulit dan biaya hidup yang makin melangit. Sehingga tak sedikit hanya demi penggajal perut rela menghalakan segala cara, demi bertahan hidup.

Jadi, jika hal-hal di atas sulit dihindari, maka tidak menutup kemungkinan generasi negeri ini akan rusak. Hal itu pun bukan menjadi harapan bagi semua pihak, baik bagi lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Karena sesungguhnya salah satu cita-cita negeri ini sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.


Dari persoalan di atas, tentu perlu tindakan untuk meminimalisir atau mengurangi masalah generasi yang makin amburadul. Karena itu sangat penting peran lingkungan keluarga terutama kedua orang tua dalam mendidik anak agar menjadi manusia yang memiliki budi pekerti yang luhur dan tak hanya cerdas secara sains dan teknolgi, tapi juga spiritualnya. Sebab, orang tua terlebih ibu merupakan sekolah utama dan pertama bagi anak-anaknya. 


Di samping itu, adanya budaya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat pun penting untuk membantu menopang nilai moral dan agama yang telah diperoleh di lingkungan keluarga. Ditambah lagi peran negara dalam membantu menciptakan lingkungan yang baik. Seperti memblokir media-media yang tidak mendidik atau berbagai hal yang dapat merusak moral generasi bangsa.


Sementara dalam Islam, di mana Islam dengan sistem yang paripurna dalam menegakkan sistem sosial sangat berkaitan erat dengan sistem lainnya. Seperti sistem sanksi dan sistem ekonomi. Di mana peran negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada rakyatnya untuk menerapkan sistem pendidikan yang baik dalam rangka menanamkan nilai-nilai pemahaman kepada manusia untuk senantiasa taat kepada hukum Allah secara menyeluruh.


Jadi sesungguhnya sebelum pemberian sanksi diberikan, maka terlebih dahulu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menekan angka kriminalitas seperti menyejahterakan kehidupan masyarakat dengan terpenuhinya segala kebutuhn pokoknya terlebih dahulu dan berbagai hal-hal yang menunjang kebutuhan hidup lainnya.


Oleh karena itu, tidak mudah mewujudkan generasi yang memiliki budi pekerti yang mulia, jika minim sinergi antara peran keluarga, masyarakat, dan negara. Karena sesungguhya untuk dapat menciptakan generasi yang tak hanya cerdas secara iptek, tapi juga spiritual butuh kerja sama antara ketiga peran tersebut. Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak